Tipologi Hubungan
Sains dan Agama
Pendahuluan
Isu hubungan sains dan agama tidak
selalu konflik :
•
Banyak kalangan yang berusaha mencari hubungan antar keduanya
•
Kalangan lain beranggapan bahwa sains
dan agama tidak akan pernah dapat ditemukan
Di akhir dasawarsa tahun 90-an, di Amerika Serikat dan Eropa Barat
khususnya, berkembang diskusi tentang sains (ilmu pengetahuan) dan agama
(kitab suci).
Diskusi
dimulai oleh Ian G. Barbour yang
mengemukakan teori “Empat Tipologi
Hubungan Sains (Ilmu Pengetahuan) dan Agama (Kitab Suci)”
Empat
Tipologi Hubungan Sains (Ilmu Pengetahuan) dan Agama (Kitab Suci):
•
Tipologi Konflik
menganggap bahwa sains dan agama saling bertentangan
dianut oleh kelompok materialisme
ilmiah dan kelompok literalisme kitab suci
Pandangan Kelompok Materialisme Ilmiah
è keyakinan
agama tidak dapat diterima karena agama bukanlah data yang dapat diuji dengan percobaan
è
sains (ilmu pengetahuan) bersifat obyektif,
terbuka, dan progressif
è
agama (kitab suci) bersifat subyektif, tertutup, dan sangat sulit berubah
Pandangan Kelompok Literalisme Kitab Suci
>
teori ilmiah melambungkan filsafat materialisme
dan merendahkan perintah moral Tuhan
Penyebab konflik agama dan sains:
1.
Merasa
dirinya benar (paling benar)
2.
Menyalahkan yang lain
PENYEBAB
è Fundamentalisme
Sains (ilmu pengetahuan)
è
Fundamentalisme Agama (kitab suci)
•
Tipologi Independensi
Konflik Sains dan Agama Tidak Perlu Terjadi Karena sains
(ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci) berada di wilayah yang berbeda (ontologi+epistemologi+aksiologi)
•
Tipologi Dialog
mencari (secara ilmiah) hubungan (konseptual dan metodologis) antara
sains dan agama, kemiripan dan perbedaannya.
DIALOG SAINS dan agama
1.
KONSEPTUAL
è
sains menyentuh persoalan di luar wilayahnya
sendiri (misalnya: mengapa alam semesta serba teratur?)
è
sains digunakan sebagai analogi untuk membahas
hubungan Tuhan dengan dunia, yakni adanya kesejajaran konseptual antara teori
ilmiah dan keyakinan teologi
2.
METODOLOGI
è
sains dipahami tidaklah seobyektif dan
agama juga dipahami tidaklah
sesubyektif – sebagaimana yang diduga.
Sains: obyektif-subyektif
Ø
Data ilmiah yang menjadi dasar sains, ternyata
melibatkan unsur-unsur subyektifitas
Ø
Subyektivitas itu terjadi pada asumsi-asumsi
teoritis yang digunakan dalam proses pemilahan, pelaporan, dan penafsiran data
Ø
Sebagian
teori sains lahir dari imajinasi kreatif yang di dalamnya mengandalkan
analogi dan model
AGAMA: SUBYEKTIF-OBYEKTIF
Ø
Agama tidak sesubyektif yang diduga
Ø
Data agama (pengalaman keagamaan, ritual, dan kitab suci) lebih banyak diwarnai penafsiran
konseptual
Ø
Asbaabun
nuzuul (Al-qur’an)
Ø
Asbaabul
wuruud (Al-hadits)
•
Tipologi Integrasi
Target -> Memadukan
antara agama dan sains
Proses -> menyerukan perumusan ulang terhadap gagasan-gagasan teologi tradisional,
teologi tradisional dikaji secara
lebih ekstensif (luas) dan
sistematis
Tiga versi integrasi
Ø
natural theology
Menjadikan alam sebagai
sarana untuk mengetahui Tuhan
Eksistensi Tuhan dapat disimpulkan dari (didukung oleh) bukti desain
alam, yang dari alam tersebut dapat menyadari adanya Tuhan
SAINS -> AGAMA
Ø
theology of nature
Berangkat dari pemahaman keagamaan : pemahaman
keagamaan yang ada disinari dengan sains
ITT + S = TR (Arthur Peacocke)
ITT = iman dan teologi tradisional
S = sains
TR = teologi yang telah direvisi
PEMAHAMAN KEAGAMAAN +
SAINS = PAHAM KEAGAMAAN YANG
DISINARI SAINS
Ø
sintesis sistematis
Pemaduan agama dan sains
secara lebih sistematis -> memberikan kontribusi ke arah pandangan
yang lebih koheren
Melalui filsafat proses -> setiap peristiwa atau teori baru
merupakan produk masa lalu dari tindakan dan aksi Tuhan
SINTESIS
SISTEMATIS mencakup : agama, filsafat, sains
Tidak ada komentar:
Posting Komentar